Minggu, 02 Desember 2012

Tujuan Hidayah

Tujuan Hidayah
Dengan mengkaji ayat-ayat al-Quran seperti "Yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya), dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk"(1), yang berbicara tentang Hidayah Takwini dengan jelas menunjukkan hidayah ini menunjukkan kepada ukuran atau kadar. Artinya, segala sesuatu dalam Hidayah Takwini bergerak sesuai dengan kadar yang telah ditentukan baginya dan tidak mungkin menentangnya. Gerakan ini apakah terkait dimensi individu atau sebagai kumpulan ciptaan mengarah pada ajal yang telah ditentukan. Karena Allah swt berfirman, "Kami tiada menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan dalam waktu yang ditentukan ..."(2)

Ajal yang ditentukan (Ajal Musamma) ini dijelaskan dalam ayat-ayat lain. Sebagai contoh mengenai tibanya ajal yang ditentukan, Allah Swt berfirman, "(Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran-lembaran kertas ..."(3) Begitu juga dalam ayat, "(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit ..."(4)

Sebagaimana tujuan dari Hidayah Takwini setiap makhluk adalah menyampaikannya kepada kesempurnaan yang sesuai dengan dirinya. Tujuan dari Hidayah Takwini seluruh ciptaan Allah adalah menyampikan kesempurnaan keberadaannya dan itu adalah alam akhirat dan terjadinya Ma'ad (hari kebangkitan). Ketika semua ciptaan Allah ini sampai ke titik yang lain dari alam ciptaan Allah di bidang materi maka aktualisasinya berakhir dan di sini Hidayah Takwini berarti petunjuk kepada ciptaan Allah yang bersifat materi berakhir ketika mencapai kesempurnaannya.

Tapi terkait Hidayah Tasyiri'i, sesuatu yang membimbing manusia ke alam akhirat dan di jalur ini disampaikan dengan sejumlah pentakbiran dalam al-Quran. Terkadang disebut dengan Sabil (jalan) seperti di ayat-ayat berikut:

"Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir."(5)

"Orang yang beriman itu berkata: "Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar."(6)

"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik."(7)

Penggunaan kata Shirat (jalan) adalah yang terbanyak. Sebagai contoh dalam ayat tentang Nabi Musa dan Harun as, Allah Swt berfirman, "Dan Kami tunjuki keduanya ke jalan yang lurus."(8) Begitu juga tentang Nabi Ibrahim as, "(lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus."(9) Nabi Muhammad Saw sendiri diperkenalkan dalam al-Quran sebagai pemberi hidayah ke jalan yang lurus. Allah Swt menjelaskan, "... Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus."(10) Pada akhirnya ada perintah umum yang diajarkan kepada manusia untuk mencari hidayah lewat jalan yang lurus, "Tunjukilah kami jalan yang lurus." (11)

Dengan demikian, Hidayah Tasyri'i adalah menunjuki jalan yang mampu menunjuki seorang pesalik kepada keridhaan, pertemuan dengan Allah dan kebahagiaan akhirat.

Dengan kata lain, Hidayah Tasyri'i adalah bimbingan menuju jalan utama, yakni Shirat Mustaqim dan jalan yang lurus ini yang disebut al-Quran sebagai agama yang benar seperti dalam ayat, "Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar ..."(12)

Agama yang benar dan Shirat Mustaqim ini mencakup akidah yang benar, sebagaimana lanjutan ayat sebelumnya, "... Agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang musyrik." Begitu juga mencakup dimensi praktis dalam menyembah Allah Swt, "Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu", dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus."(13)

Di sisi lain, agama yang benar merupakan tuntutan fitrah manusia yang disebutkan dalam ayat, "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."(14)

Kesimpulannya, Hidayah Tasyri'i manusia sesuai benar dengan fitrah manusia dan dapat dikatakan bahwa satu dari tujuan Hidayah Tasyri'i dan perintah agama adalah mengaktualisasikan pengetahuan fitri yang tersembunyi dalam jiwa manusia. Manusia di jalur keyakinan dan perbuatan serta melaksanakan hukum agama pada dasarnya tengah mengarungi batinnya dan mengaktualisasikan keutamaan batinya di dunia. Dari ucapan Imam Ali as dapat dimengerti bahwa tujuan utama pengutusan para nabi adalah menghilangkan tabir dari fitrah manusia.

"Kemudian Allah mengutus rasul-rasul-Nya dari manusia, mengutus mereka satu persatu demi menuntut perjanjian fitrah manusia, mengingatkan manusia akan nikmat-nikmat Allah yang telah mereka lupakan, menyempurnakan hujjah Allah dengan tablig dan membangkitkan khazanah akal mereka yang terpendam ..."